Naskah Drama Aku Vs Ayahku

(Skrip Telah Dipentaskan)

Nama2 Partisan "Aku vs Ayahku"

Seri Marita Sari

Wike Arniyar

Citra Keefektifan

Yadmy Lian

Anjas A Kanawadu

Marlina J

Anaci Lamu

Ending E Ledoh

Maya E E

Buce F H

Ira Yudhitia

1. Judul Cerita

"Aku vs Ayahku"

2. Pengerahan

Bimbingan Produksi  : Drs. Heru Subrata, M.Si

Sutradara                 : Binar Marita Ekstrak

Asisten Sutradara : Citra Kurnia Sari

Sekretaris : Wike Arniar Sari

Bendahara : Maya E Benu

Penata Panggung : Ulas yuditya

Penata Rias & Busana: Marlina

Penata Musik: Anjas Kanawadu

3. Tokoh

  1. 1. Citra Kurnia Sari seumpama Marni
  2. Buce F Henuk sebagai Marjuki
  3. Yadmi lian sebagai Anto
  4. Wike Arniar konsentrat sebagai Cepi
  5. Anaci Lamu seumpama Irna
  6. Marlina sebagai Audi
  7. Abstrak E Benu sebagai Lala
  8. Ira Yuditya misal Bu Wiwik
  9. Endang E laksana Narator

4. Konsep narasi

Konsep cerita dalam " Aku vs Ayahku" yakni kisah drama akil balig yang mencitrakan sebuah cerita yang sering ditemui di selingkung kita hanya diselingi dengan elemen-anasir komedi sehingga tidak terasa membosankan bagi penikmat drama.

Kisahan ini adalah cerita yang kami ambil dari keseleo suatu naskah Kepribadian Ros yang berjudul sekelas  "Aku vs Ayahku"

5. Synopsis cerita

Kisah tentang sekelamin anak remaja yang ganti terpesona, namun cinta mereka ditolak maka dari itu ayah si perempun (marjuki).

Marni yang merasa tidak adil dengan sikap pemberontakan si ayah, bagak kerjakan kabur dari rumah, semua temannya berusaha lakukan membujuknya. Namun si anto ibarat tabo mari pula merasa terbang semangat menghadapi ayah si marni……

Akankah kisa in I berakir indah, mari kita saksikan ….!!!!

6. Konsep tempat

Kisahan ini terdiri bermula 5 babak. Babak permulaan dan ke dua adalah auditorium sekolah  dan penggalan ke tiga dan empat  yaitu sebuah taman, babak ke panca yakni di rumah marjuki dan marni.  Konsep panggung ini dibuat terlambat tetapi dapat mengambil alih dengan jelas jalan cerita nan ditampilkan.

Pada babak mula-mula dan ke dua setting panggung adalah aula sekolah. Di atas penggung  terletak

  1. 5 biji pelir geta ringkas
  2. 2 buah tamanam dalan jambang
  3. 1 buah papan sterofom bertuliskan balairung

Pada putaran ke tiga dan catur di sebuah taman. Setting yaitu yang terdiri berbunga:

  1. 1 biji pelir bangku tangga
  2. Beberapa tanaman internal pot

Lega babak ke lima, setingnya ialah sebuah ruang tamu di rumah marjuki dan marni, terdiri berusul :

  1. 3 buah takhta santai
  2. 1 buah meja tamu
  3. Lukisan yang tersebar di dinding dan tegel ruang tamu

7. Konsep busana

Marni : Mengaryakan kaos, bawahan serawal jeans, dan jaket

Anto   : Mempekerjakan pakaian seragam sekolah, dan berganti dengan superior kaos

Marjuki : Memakai kemeja lengan pendek, serawal panjang dan peci

Cepi : Mempekerjakan seragam pramuka dan akan diganti atasannya dengan kaos

Irna, lala, audi  : Memakai pakaian seragam pramuka, dan nanti akan berpaling pakaian biasa, berupa kaos dan seluar, juga membawa sampur

Ibu wiwik, pakaian batik dan mengaryakan sampur

8. Penokohan

Marni : Kreativ, namun keras kepala, pendiriannya lestari dan mudah meresan, saying kepada teman-temannya.

Marjuki  : Wataknya keras, sangat saying terhadap anaknnya dan mengarah protektif, wajahnya tampak berangasan hanya  sebenarnya sering terhadap batih

Anto : Lumat sikapnya, mudah putus asa, merentang cacat diri, pendirian awet, badannya pangkat dan lain plus gemuk.

Cepi : Nona periang, suka menolong teman, cerdas dan lucu. Badannya tidak terlalu tingkatan dan agak gemuk

Irna : Subtil sikapnya dan panjang usus, pangkat, tahir

Audi  : Sabar, penyayang dan taksir centil, jenjang tubuh semenjana

Lala : Sabar pemurah, dan lembut.

9. Konsep musik

Music diiringi dengan alat music gitar, dan mainan kentingan, serta music recaman sebagai  backsound.

Naskah

GO NG DUA KALI BERBUNYI.

(1) NARATOR            :

Selamat malam semua, Selamat cak bertengger … Apa informasi ?. Malam ini kami akan merinaikan lakon berjudul Aku versus Ayah, lakon yang sederhana tapi seru. Seru di sini enggak saja ramai, tapi punya kelebihan lain, merupakan Tekor Ruwet. Ini lakon tentang pertentangan anak taruna dan orang tua, pertentangan pop dan klasik, tali peranti dan modern. Balasan yang sebetulnya bukan perlu terserah. Tapi begitulah, nyatanya perbantahan semacam ini gelojoh ada, berusul musim ke perian. Dan gara-gara pertentangan ini, kita semua pelalah kesuntukan waktu. Cinta, kata turunan bisa menjadi jawaban semua masalah. Tapi kerumahtanggaan kasus ini, rajin mengakibatkan banyak ki kesulitan.

Kenung BERBUNYI SEKALI

PROLOG

(2) NARATOR :

Drama remaja adapun kisah cinta Sang Marni, dia terpenggal hati melulu. Karena setiap kali Marni runtuh cinta, atau ada pemuda runtuh selalu padanya, babenya (kelongsong Marjuki) selalu melarang. Dan anehnya, sang babe selalu memiliki alasan yang sama: aku sayang sama kamu NAK, jadi aku harus menjagamu. Gile, memangnya burung laut itu kejahatan. Ataupun jangan-jangan babe si Marni ngidam jadi sekuriti. Entahlah. Marjuki, kerumahtanggaan lakon ini mempunyai tugas bak pelopor lawan alias sang jahat. Internal hidup riil, orang tua seperti Marjuki, tidak dapat begitu. Orang tua harus ngemong anak asuh. Harus mengerti kehausan anak. Betapa larang. Lebih-lebih dalam urusan cinta. Ingin tahu segala apa yang terjadi dengan kisah cinta Marni? Saksikanlah!

Penggalan Suatu

ADEGAN SATU

AULA SEBUAH SMU. SIANG .

PARA SISWI / SISWA SEDANG ESKUL Ibing. MEREKA BERGERAK TANPA PENGHAYATAN. IBU WIWIK  MEMBERI PENGARAHAN.

(3) IBU WIWIK :

Coba perhatikan semua. Irna, Audi, Lala, semua mati habis sebentar.

(SETELAH SEMUA TENAN G )

Perhatikan ya. Ibing itu bukan asal bergerak. Tapi bergeraklah dengan perasaan, dengan emosi atau greget. Sonder dibarengi pikiran, tarian kalian tak akan menggelandang. Campah, kosong. Seperti robot! Dan penonton akan cepat bosan, lalu pulang. Menyedihkan. Tontonan yang ditinggalkan penonton sebelum waktunya yaitu pementasan nan sangat menyedihkan.

Sekarang coba lagi dari awal. Coba pakai musik. Ibu mau ke toilet. Irna, pimpin teman-rival, ya. ( Pergi )

(4) IRNA :

Baik, bu. Marilah, teman-dagi. Sambil ya ?

(5) LALA :

Istirahat dulu dong.

(6) AUDI :

Heeh, BT nih.

(7) YANG LAIN :

Ya. Pegel sekali lagi ya ?

(8) AUDI :

Jadi nyesel milih tari tradisi. Mana gerakannya lambaaattt… jawa banget deh!

(9) Nan Tak :

Beledi …

(10) IRNA :

Siapa nan dulu ngotot milih tari leluri ?

(11) AUDI :

Eh, enggak gue lagi. Keputusan bersama cerek ?

(12) LALA :

Ya. Tapi provokatornya kamu. Lala sejumlah modern dance aja. eh, beliau ngotot.

(13) AUDI :

Gara-gara ibuku juga sih. Adat istiadat, tradisi aja, supaya ia kenal tradisi. Tahunya pegeeelll. Gerakannya lambaaatttt … pantes  Marni nggak kepingin turut.

(14) IRNA :

Eh, iya. Jadi inget Marni. Dia belum turut sekolah kembali, dia masih dalam tahun unjuk rasa setolok bapaknya ya, gara-gara dilarang pacaran sama si Anto? Tapi, ini teko telah seminggu dia nggak masuk sekolah. Masa' anda nggak ribang sekelas kita.

(15) AUDI :

Memang Kasian Si Marni, Kudung hati melulu. Bayangkan saja, Setiap bisa jadi Marni merosot cinta, alias kembali dicintai sama orang, pasti bapaknya melarang.

(16) IRNA :

Iya. Kiranya namun Kelongsong Marjuki kali ini sadar jika tindakannya itu riuk. Soalnya Marni itu orangnya gigih, kalau begitu juga ini terus bisa-bisa Marni kaprikornus dakar.

( MARNI MENDADAK Muncul )

(17) MARNI :

Heh, latihan yang bener. Jangan mengeluh. Jangan ngerumpi teruss..

(18) SEMUA :

Eh, udah nongol aja dia.

(19) LALA :

Heh, katanya masih mandek sekolah. Kok nongol?

(20) MARNI :

Aku cuma mampir, habis beli cat.

(21) AUDI :

Mau  ngecat rumah? Wah, mau hajatan rupanya? Orang tua Anto mau melamar?

(22) MARNI :

Gila ! Tapi betul tandingan-teman, aku punya hajatan. Kalian harus datang, ya? Antitesis-lawan, sepertinya aku akan menyingkir.

(23) LALA :

Mau pergi kemana?

(24) MARNI :

Jauhh..

(25) AUDI :

Iya, tapi kemana?

(26) MARNI :

Ke asing negeri.

(27) LALA :

Ngapain anda disana?

(28) MARNI :

Bintang sartan TKI.

(29) LALA :

Kamu sungguh-sungguh kesatria Marni.

(30) IRNA :

Kenapa berangkat-tiba pergi? Demonstrasi juga sebanding ayahmu ya? Kaprikornus ini acara hajatan buat perpecahan kamu ke luar kewedanan?

(31) MARNI :

Mmhh.. cak semau dehh.. Rahasia! Pokoknya nomplok sajalah.

(32) IRNA :

Acara apa dong, yang jelas?

(33) MARNI :

Menclok saja, terpangkal seru. Ini acara kejutan, kaprikornus sengaja bukan pakai penjelasan. Cak bertengger dan bawa makanan barang apa sahaja, kue kek, rujak kek. Apa semata-mata, soalnya aku nggak senggang masak. Kabarkan ke nan lain ya?  Dah .. (PERGI)

(34) AUDI :

Acara segala apa sih ?

(35) SEMUA :

Mana tahu.

(SEMUA KELUAR Panggung, ANTO Masuk SENDIRIAN Serentak Mericau)

LAMPU BERUBAH

BABAK 2

Bagian Suatu

DI Balairung SEBUAH SEKOLAH . SIANG.

ANTO SENDIRIAN, HATINYA GUNDAH.

(36) ANTO : (MENYANYI)

Bukan ku menunda mu, bagi mencintaimu…

Kau harus adv pernah siapa diriku…

Aku merasa … orang termiskin di dunia … Yang munjung derita… bermandikan air mata… itulah hidupku ku katakan padamu, agar beliau senggang siapa diriku…

(CEPI, Cak bertengger DIAM-DIAM. NIMBRUNG NYANYI)

Kau orang kaya, aku orang bukan memiliki…

(37) CEPI : (Melagu)

Siapa sangka, cinta marni buat terpotong hati

pelahap marni dilarang selongsong marjuki

(38) ANTO :

Setan ia !

(39) CEPI :

Tenang sekutu, sirep. Minta senyap. Semua aman terkendali, karena suka-suka Cepi. Kamu ingat teko ? Bayu, Agus, Edo, Tyas, Audi, Lala, Irna, semua pernah n kepunyaan ki kesulitan internal urusan cinta. Tapi begitu Cepi cak bertengger, semua masalah selesai. Jadi harap sabar, hening.

(40) ANTO :

Memang bisa jadi yang bersinggungan ?

(41) CEPI :

Sekarang aku semenjana berpikir, bagaimana supaya ayah Marni bisa mengakui engkau. Tapi sebelumnya dengar kataku. Ini penting dan terbiasa diketahui semua individu. Ini mantra kuno, tapi mujarab. Sayang insan sering melenyapkan.

Begini, privat hidup ini ada dua kejadian yang harus diingat: sukses maupun gagal. Menang alias kalah. Untung atau buntung. Senang atau sedih. Bahagia ataupun sengsara. Dalam urusan cinta, lagi hanya terserah dua peluang: diterima atau ditolak. Kaprikornus tenanglah.

(42) ANTO :

Memang siapa yang ribut ?

(43) CEPI :

Seandainya gelojoh diterima, kita memang bahagia. Tapi sebetulnya suka-suka sejuta resiko menunggu. Kamu harus apel setiap lilin lebah Pekan, harus datang tepat waktu, harus berpikir baju dan parfum segala apa yang pantas dipakai, punya uang saku, dan anugerah barang apa yang pantas diberikan sreg momen si anda merayakan ulang tahun.

(44) ANTO :

Memang boleh jadi yang bikin resan begitu ?

(45) CEPI :

Itu mentah tahap-tahap mulanya. Tahap berikutnya, kian repot. Beliau harus nomplok silaturahmi pada poyang-neneknya, sreg para om dan tentenya waktu mereka hajatan, harus datang hari sepupu-sepupu ia aliansi, atau ultah dan semacamnya.

(46) ANTO :

Kali yang untuk sifat begitu ?

(47) CEPI :

Pada tahap yang paling serius, waktu kamu sudah ikatan dengan dia misalnya, anda akan dibilang orang paling sombong internal keluarga mereka, belaka gara-gara  tidak datang perian mereka bagi acara arisan keluarga. Bayangkan, arisan keluarga, acara paling melelapkan di manjapada  pun anda harus nomplok. Itulah resiko jika demap kita diterima seorang gadis. Jadi ditolak, sebetulnya lebih bagus.

( ANTO TERTAWA )

(48) CEPI :

Kenapa tertawa ?

(49) ANTO :

Kamu penyitir nan hebat.

(50) CEPI :

Maksudnya ?

(51) ANTO :

Beliau menyitir kancing " Enaknya Hidup Membujang " cerek ?

(52) CEPI :

Kok sempat ?

(53) ANTO :

Yang nulis rahasia itu pamanku. Aku sudah baca sebelum buku itu dicetak. Aku pikir cuma aku nan hafal luar kepala, ternyata kamu bertambah hafal sekali lagi. Kapan engkau baca anak kunci itu, tadi siang ya ?

(54) CEPI :

Bukan. Tadi sebelum ke sini.

(55) ANTO :

Pantes, hafal sampai tutul komanya. Tapi absolusi Cepi, aku bukan setuju dengan buku itu. Ogah aku jomblo seusia hayat. Aku  tekun  sayang  sama  Marni,  dan  kepingin  suatu  saat  spirit bersamanya. Bisa tak  boleh, harus  bisa. Barang apa  pun  hambatan  nan  menghadang,  akan  kuterjang. ( Menghindari )

(56) CEPI :

Anto, tunggu. Anto ! Busyet, Romeo sekali. Gila tu si Anto.

(Megapmegap) Cepet banget larinya. Seperti atlit lari sekadar.

( Mencari, Menyedang UNTUK MENYUSUL ANT O )

LAMPU BERUBAH

Bagian DUA

DI AULA SEBUAH SEKOLAH. SIANG.

IRNA MEMBERI Adv pernah CEPI BERITA Adapun MARNI.

TIBA-TIBA IRNA MASUK DENGAN TERGESA-GESA.

(57) IRNA :

Heh Cepi! Kamu semenjana bukan sibuk kan? Aku mau berbicara serius.

(58) CEPI :

Ada butir-butir barang apa Irna? Seperti mana ada peristiwa nan berarti.

(59) IRNA :

Iya. Aku kemari dengan harapan berburu Anto untuk memberi tahu tentang Marni.

(60) CEPI

Marni kenapa?

(61) IRNA

Dia bilang mau ke luar wilayah bintang sartan TKI.

(62) CEPI :

Apa bukan salah? Sira kan masih harus sekolah.

(63) IRNA :

Entahlah. Marni itu bahaduri. Kata Marni, ini ibarat pelecok suatu kelanjutan bentuk protes plong ayahnya karena bukan mengijinkan anda cak berpacaran seimbang Anto.

(64) CEPI :

Terus?

(65) IRNA :

Sekarang Anto dimana?

(66) CEPI :

Barusan semata-mata meninggalkan, tadi perian kamu kesini.

(67) IRNA :

Yah.. padahal ini berita berfaedah

(68) CEPI :

Ada-ada namun itu si Marni. Tapi aku salut terhadap perjuangannya bikin meluluhkan lever ayahnya.

(69) IRNA :

Sangat masa ini kita harus bagaimana?

(70) CEPI  :

Mmmmhhhhh…. (SAMBIL BERPIKIR)

Kapan Marni akan berangkat?

(71) IRNA :

Aku juga rendah tahu. Tapi, dia sejumlah secepatnya.

(72) CEPI :

Kita harus cepat mencegah engkau kerjakan pergi. Anto juga harus cepat diberi tahu. Segala Anto mutakadim sempat tentang berita ini?

(73) IRNA :

Entahlah Cepi. Aku lain nikah bertemu Anto. Sulit sekali buat bertemu dia. Kamu kan temannya, mengapa tidak beliau saja yang lamar plong Anto?

(74) CEPI :

Iya. Akan kucoba menanyakannya.

(75) IRNA :

Suntuk Marni bagaimana?

(76) CEPI :

Mencegat Marni kiranya tidak meninggalkan adalah tugas engkau, Lala, dan Audi. Kalian kan teman dekat Marni. Bintang sartan, sedikit banyak kalian pasti  tahu bagaimana sifat Marni. Darurat aku menangkap basah Anto. Aku akan mengepas mengajak engkau bersabda.

(77) IRNA :

Baiklah. Aku akan memberi sempat teman-dagi yang bukan.

(PERGI MENINGGALKAN ANTO SENDIRIAN)

(78) CEPI :

Selamat berjuang! Aku akan memberi tahu Anto.

ADEGAN TIGA

SEBUAH AULA SEKOLAH

ANTO SEDANG DIBUJUK CEPI UNTUK SEGERA Menemui MARNI .

CEPI SEDANG DUDUK-DUDUK Koteng. LALU ANTO DATANG Menjangkiti.

(79) ANTO :

Hei. Ada barang apa? Aku mohon ini terdepan.

(80) CEPI :

Aku serius Anto. Kamu harus ke rumah Marni. Kamu akan menyesal kalau Marni keburu pergi.

(81) ANTO :

Kalau memang mau pergi masa dia tidak kasih tahu aku ?

(82) CEPI :

Mungkin belum sempat kasih tahu.

(83) ANTO :

Dari mana kamu dapat berita itu ?

(84) CEPI :

Irna, Audi, Lala, semua sudah lalu tahu.

(85) ANTO :

Kalau dia sempat kasih tahu semua khalayak hari saya lain dikasih tahu ?

(86) CEPI :

Mungkin  belum sempat, maka dari itu nomplok biar senggang. Cari berita, jangan pasif.

(87) ANTO :

Barangkali memang sengaja tidak mau kasih tahu. Telah lain peduli sama aku.

(88) CEPI :

Aku tahu sifat  Marni. Tidak mungkin sira begitu.

(89) ANTO :

Nyatanya sira sedemikian itu.

(90) CEPI :

Lain kali Anto. Aku berpengharapan ini soal masa. Mungkin sira menunggu hari yang  tepat cak bagi bicara sederajat kamu. Kalian cerek lama tidak ganti cak bertemu. Biasanya engkau datang ke rumah Marni, sekarang tidak. Umumnya kalian perkembangan bareng, sekarang tidak. Marni kembali lama tidak masuk sekolah.

(91) ANTO :

Memang tak dapat telpon ?

(92) CEPI :

Telpon ke mana ? Beliau HP bukan ada, di flat jarang.

(93) ANTO :

Jelas, ia sudah berubah. Tidak sayang aku lagi.

(94) CEPI :

Berpangkal puas mengambil kesimpulan taajul dan salah, bertambah baik sira buru-buru ke rumah Marni dan semuanya bintang sartan jelas. Lain ada yang salah terima, tidak cak semau yang lindu hati. Ayo, kita ke sana. Aku siap menggauli.

(95) ANTO :

Kalau ayahnya mengusik kita bagimana ? Aku trauma pernah diusir.

(96) CEPI :

Diusir kita memencilkan. Dimarahi kita diam. Disuguhi kita makan.

(97) ANTO :

Engkau dapat bilang sejenis itu, coba kamu jadi aku.

(98) CEPI :

Kalau aku jadi dia, tidak akan ikatan diusir. Tambahan pula ayah Marni yang akan kubikin mencari-cari aku.

(99) ANTO :

Bagaimana caranya ?

(100) CEPI :

Anak gadisnya kita buntingin !

(101) ANTO :

Ngaco !

(102) CEPI :

Ayo berangkat. Ambil motormu dong.

(103) ANTO :

Perkembangan kaki saja. Knalpotnya tambah bocor, berisik sekali. Ayah Marni paling benci mendengar bunyi motorku.

(104) CEPI :

Ya telah. Ayo !

(105) ANTO :

Anda jalan di depan, aku di birit.

(106) CEPI :

Aduh. Sedemikian itu amat. Seberapa trauma sih ?

( CEPI JALAN, ANTO Mengimak DI BELAKANGNYA )

(107) ANTO : (BERHENTI)

Tunggu Cepi. Bagaimana kalau Marni tidak mau menemui kita ?

(108) CEPI :

Gampang, ingat hanya nasehat sendi " Enaknya Hidup Membujang ". Oke ?

(109) ANTO :

Tidak. Makin baik aku pulang. ( Pergi )

(110) CEPI :

Ampun… Anto, Anto! Kenapa beliau jadi pengecut seperti itu sih? Anto! Ampuuunn.

( ANTO TERUS Jalan, CEPI MENGIKUTI )

LAMPU BERUBAH

BABAK 3
Putaran Suatu

Yojana SEKOLAH. Sore.

MARNI DIBUJUK Padanan-TEMANNYA Meski JANGAN Pergi.

INTRO MUSIK

MARNI, IRNA, LALA, DAN AUDI Ikut PANGGUNG.

(111) AUDI :

Jangan Marni, jangan menyingkir. Pergi tidak akan menuntaskan masalah.

(112) IRNA :

Justru kamu akan bikin keburukan bau kencur.

(113) LALA :

Jadi TKI itu tidak gampang Marni. Beliau akan banyak kesulitan.

(114) IRNA :

Hendaknya ia segera masuk sekolah. Sebentar sekali lagi kita ujian, tahun depan kita harus kuliah. Lupakan keinginan konyol itu.

(115) SEMUA :

Lupakan … Marni !

(116) MARNI : ( Melagu )

aku harus pergi rumah tak pula memberiku kedamaian sebab aku dan ayah lain pernah   sepaham cinta pemuda yang kudambakan sayang izin pecah genggaman

(117) AUDI :

Bersabarlah, Marni. Kita masih banyak kesempatan. Waktu melanglang, sikap ayahmu tentu berubah.

(118) IRNA :

Makhluk segolongan kita selalu diangap masih kanak-kanak. Dianggap belum waktunya pacaran.

(119) LALA :

Memang menjengkelkan, tapi di mana-mana rajin begitu.

(120) MARNI :

aku tak mau begitu periode depanku adalah milikku urusan besar perut harus kita yang menentukan

(121) IRNA :

Tapi ayahmu bilang tidak melarangmu cak berpacaran. Dia hanya minta kamu memilih pemuda yang tepat, dan jangan setakat cak berpacaran mengganggu belajar.

(122) MARNI :

itu setolok dengan melarang

Ayahku malah jalinan mengusir Anto. Gara-garanya sangat sepele. Suara berisik knalpot penggagas Anto yang mencirit. Padahal ada banyak suara knalpot motor nan lebih berisik sangat  di depan apartemen. Itu tidak independen.

(123) AUDI :

Tapi semua inai-inai kita pernah terserah ki aib dengan orang tua kita. Semua pernah diperlakukan tidak adil.  Asosiasi kalian pasti akan membaik.

(124) MARNI :

Angkara harus diperjuangkan, serikat dagang. Sebab ia bukan cak bertengger berbunga langit. Hubungan boleh semata-mata membaik, tapi pasti suka-suka prinsip dan hak-hak yang dilanggar. Ada nan memperkuda dan tertindas. Dan itu bukan baik.

(125) LALA :

Tapi kami tetap bukan rela ia meninggalkan Marni. Apa lagi menjauhi ke asing negeri untuk bintang sartan TKI.

(126) IRNA :

Ya. Omonganmu yang pintar tadi membuktikan kamu tidak pantas jadi TKI. Ia harus hirap SMU dan kuliah.

(127) MARNI :

Cak bertanya ke luar wilayah dan jadi TKI, kali aku memang radiks bicara. Yang  jelas aku harus memencilkan dari rumah. Mana tahu itu protes yang mempan buat ayahku.

(128) AUDI :

Itu lebih baik Marni. Sira bisa lampau di rumahku. Cak bertanya biaya sekolah, jangan kuatir. Ayahku pasti cak hendak tolong.

(129) LALA :

Ayahku juga pasti cak hendak bantu. Tapi anda harus tinggal bergiliran di flat kami bertiga dong, supaya adil.

(130) IRNA :

Ya. Aku sepakat.

(131) AUDI :

Kalau kamu enggak ke luar kawasan, pacaran seimbang Anto taat berjalan lancar. Hidup backstreet !

(132) MARNI :

Tunggu. Kalian jangan riuk ngerti. Aku pergi dari rumah enggak cuma protes. Tapi sekali lagi bermaksud mandiri. Supaya aku tidak tergantung siapa-siapa. Biar aku merdeka menentukan masa depan.  Tinggal di rumah kalian jelas enggak pilihan nan tepat. Aku loyal jadi tanggungan basyar.

(133) AUDI :

Itu tidak masalah Marni. Kami kudrati membantumu. Itulah gunanya sahabat.

(134) LALA :

Yang utama beliau taat bisa sekolah.

(135) MARNI :

Privilese utamaku waktu ini cari kerja supaya bisa membelanjai hidupku sendiri. Sekolah aku pikirkan belakangan. Soal pacaran dengan Anto, aku seorang tidak yakin tunak dapat jalan. Sejak diusir ayahku, dia bukan pernah muncul lagi. Dia ternyata pengecut. Tapi terimakasih  atas iktikad baik kalian. Selamat sore, aku menyingkir terlampau. Suka-suka perlu. ( Memencilkan )

(136) IRNA :

Marni, tunggu. Marni !

(137) LALA & AUDI :

Marniii …

(138) AUDI :

Bagaimana sih dia ?

(139) IRNA :

Kok kepala rayuan banget ?

(140) LALA :

Memang kepala batu berusul sononya.

( CEPI MUNCUL BERGEGAS )

(141) CEPI :

He, lihat Marni ?

(142) AUDI :

Baru meninggalkan.

(143) CEPI :

Anto ?

(144) AUDI :

Nggak. Sudah lama nggak lihat Anto. Bukannya dia jarang masuk sekarang ?

(145) CEPI :

Memang.

(146) IRNA :

Cak semau barang apa ?

(147) CEPI :

Barangkali hanya Anto yang bisa memburas Marni enggak kabur ke luar wilayah. Kemaren aku bicara seimbang Anto supaya dia datang menjumpai Marni, tapi gagal. Malah Anto ngambek. Merasa lain dipamiti. Memang  Marni belum pamit sederajat Anto, ya ?.

(148) IRNA :

Kelihatannya semacam itu. Marni kembali ngambek karena Anto tidak gayutan cak bertengger lagi sejak dimarahi ayahnya.

(149) CEPI :

Begitu ? Waduh, tambah ruwet dong. Terus bagimana ini ?

(150) IRNA :

Bagaimana, bagaimana ? Kita juga tidak luang bagaimana.

( MENDADAK TERFIKIR ) Cepi, bagaimana kalau kita bagi tugas ?

Begini, coba temui Marni …

(151) CEPI :

Saya tadi ke apartemen dia, tapi tak ada …

(152) LALA :

Tadi dia di sini …

(153) IRNA :

Temui Marni, pujuk supaya ketemuan sama Anto. Saya, kami bertiga ini, membujuk Anto biar ketemuan selaras Marni. Bagaimana ?

(154) CEPI :

Tapi Anto sudah lalu dibilangin juga bandel.

(155) IRNA :

Dia jangan ikutan bandel. Kita berbagi tugas, setuju ? Oke ?

(156) CEPI :

Okelah kalo begitu.

LAMPU BERUBAH.

BABAK 4

ADEGAN Satu

TAMAN Nan Sekelas, Sejumlah HARI KEMUDIAN. Tunggang.

MARNI Bertemu ANTO.

MARNI SUDAH LAMA MENUNGGU, DUDUK Bungkam-Bungkam.

ANTO Cak bertengger KEMUDIAN,  Kembali Tutup mulut-DIAM.

(157) MARNI :

Aku  kira  tidak datang …

(158) ANTO :

Aku kira kamu juga tidak datang …

( BEBERAPA Detik ANTO Keseleo TINGKAH. MAU DUDUK DI Sebelah MARNI TAPI RAGU. Kesudahannya IA DUDUK Juga, TAPI AGAK JAUH. SUASANANYA SUNGGUH Dogmatis )

(159) ANTO :

Anda ingin menghindari lakukan menghindari aku kan ?

(160) MARNI :

Kamu tidak pernah datang ke apartemen lagi, kenapa ?

(161) ANTO :

Supaya ayahmu mati, karena tidak cak semau suara minor knalpot pentolan yang berisik.

(162) MARNI :

Bijaksana sekali …

(163) ANTO :

Aku harus tahu diri. Aku kan sahaja tukang ojek dan pengemudi tembak. Jangan kata cak berpacaran sama anda, datang ke  rumahmu pun aku tidak pantas.

(164) MARNI :

Oo … makara sejenis itu cara berpikirmu ? Kalau begitu beliau kian semupakat jadi anak ayahku, dan memang tidak pantas bintang sartan pacarku. Absolusi … selamat lampau ! (Menjauhi)

(165) ANTO : ( KAGET )

Marni .. Marni …

( MARNI Benyot Pun )

(166) MARNI :

Maaf, saya tidak ada urusan sama ahli ojek. ( Ingin PERGI LAGI TAPI ANTO MENAHANNYA )

(167) ANTO :

Maaf Marni, aku tidak bermaksud membuat sira marah.

(168) MARNI :

Ia sudah takhlik aku murka.

(169) ANTO :

Belas kasihan. Aku tidak akan mewujudkan anda marah lagi. Izin.

(170) MARNI :

Katakan dengan jujur, kenapa lama enggak cak bertengger ? ( LAMA TIDAK MENJAWAB ) Katakan ! Sira ngeri sama ayahku ? Aku benci orang nan pengecut Anto. Aku yakin kamu sekali lagi benci orang seperti itu. Jadi salahkan dirimu seorang, jangan  menyalahkan aku. Aku mau pergi dari rumah, tujuanku jelas. Aku protes gigih plong ayahku karena beliau berlaku bukan adil sreg kita. Jelas ?

(171) ANTO :

Ia betul, aku pengecut..

(172) MARNI :

Bagus jikalau kamu sadar. Tapi kenapa harus bertindak pengecut ? Kamu bukan pelecok apa-segala apa setimbang ayahku. Pacaran juga bukan karas hati. Yang penting kita tahu sempadan.

(173) ANTO :

Ya. Tapi barangkali ayahmu betul. Kamu harus memilih pemuda yang tepat. Dan itu bukan aku.

ANTO Melagu LAGU "TAPI Bukan AKU"-KERISPATIH.

(174) MARNI :

Stop ! Jangan mulai lagi Anto. Selain benci pengecut, aku lagi benci orang terbatas diri. Dulu kamu sedemikian itu beriktikad diri dengan semua yang ia bagi. Kamu punya cita-cita dan berjuang gentur untuk meraihnya. Itu kelebihan kamu. Itu pula yamg membuat aku … caruk  … sama kamu. Jadi tolong jangan berubah.

(175) ANTO :

Ia  .. tekun sayang setimbang aku ?

(176) MARNI : ( Sipu -MALU )

Ah, pakai nanya kembali.

(177) ANTO :

Tapi nilaiku jeblok. Aku banyak narik dan bolos sekolah. Aku kuatir tidak lulus.

(178) MARNI :

Belum tersisa untuk mengejar ketinggalan.

(179) ANTO :

Biaya kuliah kian mahal, apa aku sanggup ?

(180) MARNI :

Pasti sanggup. Kamu pegiat keras. Kalau perlu kamu bisa kerja nan lain, yang penghasilannya bertambah banyak.

(181) ANTO :

Tapi ngojek pekerjaan kuno, Marni. Itu ketel yang mempertemukan kita ?

(182) MARNI :

Ya. Suara miring knalpot motormu yang berisik membuat aku bosor makan bertukar setiap sira lewat di depan kondominium.

(183) ANTO :

Ya. Dan kamu beberapa lega imbangan-temanmu, aku tukang ojek paling keren.

(184) MARNI :

Yang jelas kamu berbeda. Juru ojek lain takdirnya nunggu penumpang main gaple, kamu bikin PR. Juru ojek lain besar perut siap dengan uang kembalian, engkau tidak. Ahli ojek lain siap mengakui uang jasa uang jasa, kamu malu-malu.

(185) ANTO :

Waktu ini aku tidak sipu, supaya cicilan motor cepat lunas.

(186) MARNI :

Eh, berapa utangku ?

(187) ANTO :

Tunggakan segala apa ?

(188) MARNI :

Langganan ngojek setimpal kamu.

(189) ANTO :

Simpan saja uangmu. Aku kembali tidak ceceh.

(190) MARNI :

Nan anda butuh segala dong ?

(191) ANTO :

Pakai tanya lagi. Kita kan lama nggak cak bertemu ? Marni. ( Menyandang TANGAN MARNI )

(192) MARNI : ( MALU )

Apa sih ?

(193) ANTO :

Tanya pergi ke luar negeri, kamu lain sungguh-bukan main kan ?

(194) MARNI :

Tidak tahu. Yang jelas, aku harus menjauhi berpokok kondominium. Aku lain resistan, ayahku betul-betul kebangetan. Tidak adil. ( MENANGIS ) Aku harus protes. Harus ! Sampai ..

(195) ANTO :

Sekata, dapat sahaja protes. Tapi centung bisa dengan cara lain. Pergi dari flat, bukan mandu yang tepat. Tubin semuanya jadi kacau.

( MARNI TERUS MENANGIS. ANTO Memisahkan )

Tunggu, ranah terlampau. Nyenyat Marni. Dengar. ( MARNI DIAM )

Bagaimanapun, flat merupakan ajang terbaik untuk memulai barang apa tulangtulangan, segala cita-cita. Dan orang tua, segalak apa pula, tunak sayang proporsional anak asuh.

(196) MARNI :

Bertahu-tahu, ah !

(197) ANTO :

Aku tidak sok adv pernah, Marni. Tapi memang senggang. Kamu kembali adv pernah ayahmu gelojoh sebabat kamu. Dia doang sedang emosi.

(198) MARNI :

Terus aku harus bagaimana ? Apa usulmu ?

(199) ANTO :

Beliau ikrar tidak akan pergi ?

(200) MARNI :

Ya. Asal kamu tetap ke rumah sama dengan seremonial.

(201) ANTO :

Ikrar kembali masuk sekolah ?

(202) MARNI :

Ya. Janji.

(203) ANTO :

Oke. Aku n kepunyaan usul bakal anda. Ayo, kita bicara di panggung lain. Nanti penonton tahu rencana rahasia ku. (Berucap KEPADA Pemirsa)

( MEREKA PERGI )

Lampu busur BERUBAH

Episode 5

Fragmen SATU

BERANDA DEPAN Flat MARJUKI. SIANG.

Sesudah MENGGAMBARI SELURUH TEMBOK RUMAH, MARNI MENGGAMBARI LANTAI. ITULAH Kata majemuk PROTES MARNI KEPADA SANG AYAH, SEBAB SELALU DILARANG PACARAN.

SEBELUMNYA, MARNI PROTES DENGAN CARA Lumpuh Wicara Seminggu. SEBELUMNYA LAGI, Ia MOGOK Bersantap DAN Enggak KELUAR KAMAR 3 Perian TIGA Lilin lebah.

MARJUKI Hijau DATANG Berpokok KELURAHAN, KAGET Menyibuk Persuasi MARNI.

(204) MARJUKI :

Ya, ampun. Protes  hipotetis  apa  lagi ini Marni ? Waktu, seluruh rumah digambari begini ? Aduh … aduuhh … gambar apa pun ini ? (MEMANDANG Makin SEKSAM ) Ya ampun, Marni .. Marni … saya pikir protes kamu sudah sepan. Tujuh hari rewel wicara, 3 hari 3 malam mogok bersantap dan tidak keluar kamar, eh masih ada lagi. Seluruh rumah digambari begini. Lukisan abstrak kembali. Pertanyaan protes dengan cara yang tidak-lain itu, okelah. Ayah  bisa songsong. Tapi lukisan khayali ini, saya keberatan. Melukis itu suka-suka aturannya. Permulaan anak adam harus melukis realisme, surealisme, kemudian yang lain-lainnya, baru teoretis.

(205) MARNI :

Itu kuno.

(206) MARJUKI :

Apa salahnya kuno jika  baik ?

(207) MARNI :

Barang apa salahnya modern kalau juga baik ?

(208) MARJUKI :

Sudahlah Marni, jangan ajak ayah berdebat. Payah.

(209) MARNI :

Marni juga capek, maka itu kemaren seminggu diam.

(210) MARJUKI :

Marni, kembali ayah tegaskan. Ayah tidak melarang anda pacaran. Ayah hanya lain sekata dengan caramu. Engkau cak berpacaran tidak kenal waktu. Pagi, siang, sore, malam. Itu satu. Kedua, ayah kepingin kamu moralistis-ter-hormat melembarkan pemuda yang setuju.

(211) MARNI :

Itu sederajat semata-mata dengan melarang.

(212) MARJUKI :

Lain, Marni. Beda.

(213) MARNI :

Sejajar!

(214) MARJUKI :

Mmm  … berdiskusi lagi.

(215) MARNI :

Terlampau, ayah melarang Marni akrab sama Ongky. " Jangan nan beda agama " perkenalan awal ayah. Lalu Marni dekat sekelas Taufik, ayah sekali lagi melarang. " Jangan dengan momongan superior. Miskin tidak pantas, mampu disangka KKN " serupa itu.

Sekarang, Marni dekat sebanding Anto, jelas engkau momongan baik,  se-iman, lain momongan pemimpin. Apa pula ? Barang apa ayah  enggak ada prolog enggak selain " jangan " ?

(216) MARJUKI :

Boleh jadi rela mempunyai anak pacaran sama pengangguran ?

(217) MARNI :

Kali bilang ia pengangguran ? Dia sekolah ayah.

(218) MARJUKI :

Jika sekolah ngapain  tiap pagi mondar-mandir naik gembong ?

(219) MARNI :

Pagi beliau  ngojek.

(220) MARJUKI :

Kapan sekolahnya ?

(221) MARNI :

Anto Masuk siang.

(222) MARJUKI :

Takdirnya sekolah siang kenapa malam-lilin lebah sering hinggap ke sini ? Habis sekolah mustinya pulang ke flat, bukan main ke sini.

(223) MARNI :

Malam kamu narik angkot ayah. Kalau juga hening, atau angkotnya dibawa individu lain hijau main. Kan tidak tiap malam Anto ke sini ?

(224) MARJUKI :

O, supir tembak ? Ampun Marni, apa yang bisa diharap semenjak tukang ojek dan sopir tembak ?

(225) MARNI :

Jangan kuatir. Dia punya cita-cita tinggi, punya platform !

(226) MARJUKI :

Syarat yang diperlukan sebagai calon suami yaitu sukma mapan, n kepunyaan pegangan ki ajek, penghasilan cukup, dan sayang sama beliau.

(227) MARNI :

Itu pendapat kuno.

(228) MARJUKI :

Biar kuno kalau baik apa salahnya ?

(229) MARNI :

Cak agar berbudaya kalau baik pun apa salahnya ?

(230) MARJUKI :

Jangan mengajak berdebat Marni. Capek !

(231) MARNI :

Saya juga capek dan tidak ada waktu. Masih banyak yang harus Marni bikin. Seluruh rumah harus saya lukis. Tapi catnya kurang. Permisi silam. Saya mau beli cat. ( Menghindari )

(232) MARJUKI :

Duh, aduh … punya anak perempuan suatu cak kenapa repot amat, rumit dibilangin….marni..marni

ADEGAN DUA

Rumah MARJUKI. SIANG

IRNA, AUDI, LALA DAN Sejumlah Inversi MARNI Menclok.

MEREKA SEMUA Sewaktu Mengagumi LUKISAN MARNI.

MARJUKI Menangkap basah MEREKA, MARNI Enggak DI RUMAH.

(233) MARJUKI :

Silahkan, silahkan masuk semua.

(234) SEMUA :

Terimakasih …

(235) AUDI :

Marni ada, om ?

(236) MARJUKI :

Barusan meninggalkan. Lekas rupanya, sampai-sampai lain minta diri. Kalian sudah janjian mau datang?

(237) AUDI :

Pron bila hari marni mapir ke sekolah, dan dia mangundang kami ?.

(238) IRNA :

Marni bilang, acara kejutan. Makara tidak pakai penjelasan acaranya barang apa.

(239) LALA :

Ya. Keliatannya kemaren dia lekas sekali. Habis beli cat dan banyak pekerjaan di rumah. Dia juga pesan meski kami bopong makanan. Marni tak akan sempat masak katanya. Ini om, kami bawa jajan pasar.

(240) MARJUKI :

O, sejenis itu ya ?  Ya .. ya.. Terimakasih .. terimakasih. Mungkin nan Marni maksud acara kejutan ya ini, lukisan-lukisan yang menetapi rumah ini. Sebab setahu saya tidak terserah kejutan lain.  Kami pun tidak punya hajatan segala-segala apa. Jadi silahkan menikmati lukisan-lukisan ini.

( SEMUA Serta merta MENGAGUMI LUKISAN MARNI )

(241) AUDI :

Ini semua Marni yang melukis om ?

(242) MARJUKI :

Ya, Marni semua.

(243) IRNA :

Asing sah. Sangat berbakat.

(244) LALA :

Fantastis !

(245) IRNA :

Di mana Marni sparing melukis om ? Setahu saya, di sekolah Marni tidak pernah belajar.

(246) MARJUKI :

Saya juga kurang sempat. Sejak kanak-kanak Marni lebih tertarik menari atau menyanyi.

(247) AUDI :

Segala apa ini nan dikerjakan Marni selama seminggu lebih tidak timbrung sekolah ?

(248) MARJUKI :

Marni mengerjakan ini hanya sehari semalam.

(249) SEMUA :

Oh … luar jamak.

(250) IRNA :

Adv amat luar biasa ! ( Bilang Ketika Tutup mulut )

Om, terserah apa sebetulnya dengan Marni ?

(251) LALA :

Segala dia sedang terikat  dan …

(252) AUDI :

… dan om melarangnya ?

(253) MARJUKI :

Saya tidak pernah melarang. Saya sekadar menunangi Marni memilih bujang nan tepat dan jangan pacaran rawak hari. Jangan hingga cak berpacaran mengganggu jam belajar. Itu kan tuntutan umum setiap orang jompo ?

(254) IRNA :

Mungkin mandu om meminta pada Marni berlebih keras, dan …

(255) LALA :

… dan Marni terluka hatinya.

(256) IRNA :

Ya, terluka hatinya. Lihat om, tatap semua lukisan itu. Saya bisa menangkap, luka lever nan sangat, tinggal  …

(257) AUDI :

… tinggal privat ….

(258) IRNA :

Pemaafan om, bagaikan hamba allah tua om tentu bertambah tahu bagaimana menyayangi momongan. Tapi sebagai anak asuh, kami-kamilah yang bertambah luang segala yang kami butuhkan dari orang tua. ( PADA AUDI ) Bukan semacam itu ?

(259) MARJUKI :

Mana tahu begitu …

(260) AUDI :

Lihat pakcik, lihat lukisan yang sebelah sini.

(261) MARJUKI :

Ya, saya tatap.

(262) AUDI :

Om lihat warna putih yang menggumpal seperti mega ?

(263) MARJUKI :

Ya.

(264) AUDI :

Apa yang mamak rasakan waktu mengawasi gumpalan rona putih itu ?

(265) MARJUKI : ( BINGUNG )

Ee … e ..

(266) AUDI :

Saya merasakan hati pelukisnya yang tengah kosong, hilang pamrih, zero.

(267) LALA :

Barangkali, waktu Marni melukis itu, darahnya tengah berhenti mengalir, karena kepedihan nan sangat.

(268) IRNA :

Bisa jadi lever Marni sirih terbang ke udara, sebab bumi tempatnya berpegang tidak memberi tujuan barang apa-apa.

(269) AUDI :

Om lihat, warna hitam di lantai sebelah sini ?

(270) MARJUKI :

Yang mirip gua karang bolong ?

(271) AUDI :

Ya. Apa nan kulur dalam imajinasi om memandang lukisan ini ?

(272) MARJUKI : ( Sano )

Ya ..  ada semacam ..

(273) IRNA :

Saya merasakan perian depan yang suram, bawah tangan ..

(274) LALA :

Begitu juga ikut  mata air tanpa dasar.

(275) AUDI :

Persis !

(276) IRNA :

Mungkin sebaiknya paman wicara dengan Marni, tanyakan apa yang terjadi. Semua lukisan ini adalah tanda-tanda yang sangat jelas, hati Marni menengah bimbang. Mungkin ada kedahagaan terpendam yang tidak kesampaian. Kalau saya makara om, saya akan kabulkan segala pula keinginan Marni.

(277) LALA :

Ya, pakcik harus bicara dan mengabulkan keinginannya.

(278) IRNA & AUDI :

Harus.

(279) MARJUKI : ( Skeptis )

Ya, ya, tanya wicara dengan Marni saya rasa itu usulan yang baik. Dan saya sudah sering mencoba. Tapi kalau soal mengabulkan keinginan Marni, harus saya timbal-timbang tinggal. Dan, pemaafan ya, anu, saya terserah berkembar RT di kelurahan. Saya sudah primitif. Saya kan ketua RT paling senior di kampung ini, jadi sipu kalau terlambat. Apa kalian mau menunggu Marni pulang, atau bagaimana ?

(280) AUDI : ( BINGUNG )

Mungkin …

(281) IRNA : ( BINGUNG JUGA )

Mungkin agar kami pulang.

(282) LALA :

Ya. Nanti kami datang lagi kapan-kapan.

(283) Yang Tidak :

Salam buat Marni ya om.

(284) IRNA :

Sampaikan pada Marni, kami gembira sederum sedih atas programa kejutan ini.

(285) MARJUKI :

Ya, ya … saya sampikan belakang hari.

( TEMAN-TEMAN MARNI PERGI )

(286) MARJUKI :

Kurang ajar. Berani-beraninya kasih nasehat sederajat saya. Segala  hak mereka menyuruh saya menuruti apa saja kemauan anak saya ? Sok pintar. Aku susah payah membiayai anakku, aku memiliki hak atas masa depan anakku. Ini tentu akal bulus-akalannya sang Marni sebanding si Anto.

(287) MARNI : ( MUNCUL Semenjak Internal )

Jangan mengkritik merawang, ayah. Aku tidak tahu apa-apa. Apa sekali lagi Anto. Semua yang mereka cak bagi tadi, merupakan isnisiatif mereka koteng. Aku sudah mencegah tapi mereka ngotot. Itu sebabnya aku pergi.

(288) MARJUKI :

Mereka datang atas undanganmu ketel ?

(289) MARNI :

Aku memang mengundang mereka, tapi sekedar untuk ngobrol dan pamitan. Aku ingin bintang sartan TKI ke luar negeri. Itu protesku seterusnya pada ayah. Dan aku akan terus protes sampai ayah mengijinkan aku pacaran sama Anto.

(290) MARJUKI :

O, begitu ? Kaprikornus kamu pikir dengan demonstrasi berkanjang ayah akan mengijinkan ?

(291) MARNI :

Tentu terserah syarat lain. Aku harus mandiri. Dengan bekerja aku n kepunyaan uang. Dengan tip aku dapat menentukan masa depanku koteng. Selamanya anak asuh akan kalah suara, kalau anak masih tergantung sama uang orang tua.

(292) MARJUKI :

Stop Marni ! Itu pikiran yang dangkal.

(293) MARNI :

Kita tidak teradat berdiskusi ayah. Aku pergi silam, banyak urusan. ( Pergi )

(294) MARJUKI :

Marni … ( mencari marni ) LAMPU BERUBAH

ADEGAN TIGA

RUMAH MARJUKI. Lilin lebah.

CEPI DATANG KE Rumah MARJUKI Kerjakan MENYAMPAIKAN PESAN MARNI.

(295) MARJUKI :

Ya ampun, jadi Marni sungguh-sungguh mau pergi ke luar provinsi ? Aku pikir namun gertak.

(296) CEPI :

Rupanya begitu, om. Saya juga tidak menyengaja Marni sungguh-bukan main.

(297) MARJUKI :

Terus di mana Marni sekarang ? Kapan berangkatnya ?

(298) CEPI :

Saya juga tidak adv pernah. Dia cuma beberapa kini suka-suka di tempat penampungan. Saya tanya bolak-mengsol di mana alamatnya, dia tetap bukan mau menjawab.

(299) MARJUKI :

Tapi apa secepat itu prosesnya ? Diterima jadi TKI bukannya prosesnya panjang ?

(300) CEPI :

Itu juga pernah saya pertanyaan. Dia bilang, " semua bisa diatur " dasar cak semau persen.

(301) MARJUKI :

Pecah mana Marni dapat uang ?

(302) CEPI :

Ya  dari  uang jasa  gaji Marni yang dipotong tiap bulan nanti. " Semua dibiayai sama agen ", sedemikian itu Marni bilang.

(303) MARJUKI :

Apa nama agennya ? Di mana alamatnya ?

(304) CEPI :

Marni tidak tutur-sebut paman. Ia hanya harap tolong saya supaya cekut sejumlah  busana yang tunggakan.

(305) MARJUKI :

Ya ampun, Marni .. Marni. Barang apa sebegitu besar marahmu sama ayah, hingga-sampai harus  pergi keluar negeri makara TKI ? Tidak pamit pula. Coba nak Cepi pikir, apa pantas ?

(306) CEPI :

Kalau ditanya pantas atau bukan, jelas tidak pantas. Tapi kelihatannya, Marni memang terlampau berang setara om. Tapi terus-cahaya, perumpamaan teman, saya tidak setuju Marni pergi. Marni sececah kembali ujian dan tahun depan harus kuliah. Setelah lulus kuliah, ada cak hendak ke mana dan makara segala apa. Jadi TKI ke luar provinsi pun bukan masalah. Itu bukan situasi nan jelek. Menuntaskan kuliah, kian aman bakal masa depan Marni.

(307) MARJUKI :

Ah, itu bau kencur pikiran sehat. Terus, teruskan nak …

(308) CEPI :

Maaf mamanda, saya lain bisa lama. Marni memerlukan baju nan saya ambil.

(309) MARJUKI :

Kapan Marni ingin ambil pakaian-baju itu ? Di mana kalian janjian cak bertemu ?

(310) CEPI :

Maaf om, saya tidak boleh bilang. Itu pesan Marni.

(311) MARJUKI :

Tolonglah nak Cepi, sebutkan. Saya harus ketemu Marni sebelum dia pergi. Tolong, saya minta sekali. Please …

(312) CEPI :

Sekali lagi, amnesti om. Saya tidak boleh melanggar janji.

(313) MARJUKI :

Please …

(314) CEPI :

Ampunan  ommm …. Saya tidak bisa. (MENATAP MARJUKI BEBERAPA SAAT) Tapi, kalau om bersedia kerjasama dengan saya, kita sebetulnya bisa membatalkan Marni meninggalkan. Seperti saya sejumlah tadi, saya lain setuju Marni memencilkan.

(315) MARJUKI :

Membatalkan Marni pergi ? Bagaimana caranya ? Jelas saya semupakat.

(316) CEPI :

Tapi jangan hingga dia tahu. Ini rahasia antara kita. Om Setuju ?

(317) MARJUKI :

Sekata. Saya bisa pegang janji. Bagaimana caranya ?

(318) CEPI :

Tunggu dulu. Saya mau tanya, bantu jawab dengan jujur Segala sebetulnya nan membuat Marni murka sama om ?

(319) MARJUKI :

Saya melarang Marni pacaran sama Anto.

(320) CEPI :

Kenapa ?

(321) MARJUKI :

Saya enggak adv pernah persis. Saya merasa, sang Anto sebetulnya anak asuh baik. Bintang sartan, saya tidak sungguh-sungguh melarang. Tapi Marni keburu protes berkanjang. Merasa bukan didengar omongannya, saya bintang sartan tambah jengkel.

(322) CEPI :

Saya lihat Marni begitu pula. Makin dilarang, lebih memfokus. Intinya ekuivalen: ingin didengar suaranya.

(323) MARJUKI :

Seperti itu ?

(324) CEPI :

Begitu.

(325) MARJUKI :

Jadi bagaimana caranya supaya Marni enggak jadi menyingkir ?

(326) CEPI :

Turuti saja kemauannya. Andeng-andeng pakcik sudah yakin Anto anak baik.

(327) MARJUKI :

Nak Cepi bisa jamin 100% Marni tawar menjauhi ?

(328) CEPI :

Saya harus ketemu Marni dulu.

(329) MARJUKI :

Kalau begitu temui Marni, buru-buru. Katakan, saya akan ijinkan Marni pacaran setimpal Anto. Selepas itu, anjing hutan mereka berdua ke sini supaya mendengar berbarengan dari  saya.

(330) CEPI :

Om Marjuki bisa jabat janji ?

(331) MARJUKI :

Bisa. Saya jamin !

(332) CEPI :

Baik. Jika serupa itu saya jamin 100% Marni batal menjauhi. Permisi lalu om, saya harus cari Marni dan Anto sekarang pun. Saya akan kabarkan kabar baik ini.

(IRNA, AUDI, LALA DAN Beberapa N partner MARNI YANG LAIN Mendadak MUNCU )

(333) IRNA :

Tunggu Cepi !  Maaf mamanda Marjuki, kami mendengar semua pembicaraan ini. Kami ikut gembira. Tapi itu tidak cukup. Harus ada cekram tertulis bahwa om Marjuki akan menepati janji.

(334) CEPI :

Lain Irna, aku percaya orang tua bijaksana ini.

(335) AUDI & LALA :

Perlu dong !

( ANTO Tiba-tiba MUNCUL )

(336) ANTO :

Tak, enggak teradat. Cepi betul. Saya kembali beriman om Marjuki akan menepati janji. Ini morong bukan urusan dagang tanah atau semacamnya. Tapi urusan anak dan khalayak tua. Jangan repot-repot. Ikrar secara lisan mutakadim patut.

(337) IRNA :

Tapi …

(338) MARJUKI :

Nak Anto betul, jangan repot-repot. Makin kita repot, kian lama Marni di pembendungan TKI. Kasihan sira. Bertambah baik kita cari Marni sekarang. Apa kalian ada yang tahu alamatnya ?

( MARNI Tiba-tiba Muncul Mulai sejak ARAH DALAM )

(339) MARNI :

Marni telah di sini ayah. Tidak usah dicari.

(340) MARJUKI : ( Tersingahak )

Marni ?  Ah, kemarilah anda nak. Ayah sangat kuatir terserah apa-apa dengan kamu.

(341) MARNI :

Jangan kuatir ayah, Anto menjaga aku. Sekiranya bukan karena dia, aku pasti kaprikornus TKI real.

(342) MARJUKI :

Syukur .. syukur kalau begitu. Terima kasih nak Anto.

(343) ANTO :

Marni melebih-lebihkan pakcik.

(344) MARNI :

Anto meyakinkan aku serupa itu rupa, segalak segala kembali, ayah loyal sayang aku. Dan apartemen adalah ajang terbaik menyusun buram dan cita-cita.

(345) MARJUKI :

Bagus. Dia menemukan perjaka yang tepat anakku. Dan kamu tidak terlampau di tempat penghimpunan bukan ?

(346) MARNI :

Bukan.

(347) IRNA, AUDI & LALA :

Di apartemen kami pakcik. Kami bertiga.

(348) MARJUKI :

Jadi  siapa  nan  mengeset nak Cepi cak bertengger ke yuk dan main sandiwara di depan saya ?

(349) ANTO :

Saya om. Sayalah komadan semua sandiwara malam ini. Sebagai superior saya tidak akan lari. Saya siap diadili.

(350) MARJUKI :

Bagus. Itu komandan yang baik. Anda siap saya tuntut di depan penghulu menikahi anak saya ?

(351) ANTO :

Sekarang ?

(352) IRNA & YANG LAIN :

Huuuu  …

(353) MARJUKI :

Esok, setelah lulus kuliah dong.

(354) ANTO :

Marni, siap jadi anggota Dharma Wanita ?

(355) MARNI : ( Malu )

Idih, Apaan siihh… masa harus dibahas saat ini ?

Intiha

( ANTO MENGGANDENG MARNI DAN MENYANYI BERSAMA )

MARNI: ( Menyanyi )

BILANG Papa KU

KAU Lain Morong BUAT KU

BERUBAH MENJADI

ANAK Nan NAKAL

ANTO: ( Melagu )

BILANG PAPA MU

KU CINTA PADA MU

DAN AKU Tak PERNAH MAIN-MAIN

SEMUA : BIARKANLAH Sahaja DULU

KITA Urut-urutan Empat mata

MEREKA Pun Pertalian Mulai dewasa

SAATNYA KAU DAN AKU Saat ini

LAMPU PADAM PERLAHAN

SELESAI

Naskah Drama Aku Vs Ayahku,

Source: https://mbahbrata.wordpress.com/2011/02/01/aku-vs-ayahku/

Posted by: gamboahorthe.blogspot.com

0 Response to "Naskah Drama Aku Vs Ayahku"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel